Petitum Permohonan |
Dengan hormat,
Yang bertandatangan di bawah ini : AGUS SUGIARTO BUTAR-BUTAR, Umur 48 tahun, Pekerjaan Wiraswasta, Agama Islam, beralamat di Jl. Simpang Kayangan, RT. 001, RW. 001, Kepenghuluan Balai Jaya, Kecamatan Balai Jaya, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Selanjutnya disebut PEMOHON;
Dalam hal ini Pemohon diwakili oleh Kuasanya : COKY ROGANDA MANURUNG, S.H.,SUGIANTO, S.H.dan FANDI SATRIA, S.H., M.H Advokat-advokat pada Kantor Hukum COKY ROGANDA MANURUNG&Rekan beralamat di Jl. Jenderal Sudirman, Kelurahan Bagan Batu Kota, Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, Kode Pos 28992, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 20 Maret 2019(terlampir);
Bersama ini mengajukan permohonan praperadilan sehubungan dengan tindakan penetapan Tersangka, penangkapan, dan penahanan secara tidak sah dan melawan hukum atas diri Pemohon,terhadap :
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA c.q. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH RIAU c.q. KEPALA KEPOLISIAN RESOR ROKAN HILIR c.q. KEPALA SATUAN RESERSE DAN KRIMINALKEPOLISIAN RESOR ROKAN HILIR, berkedudukan di Jl. Lintas Riau-Sumut KM. 167 Kelurahan Banjar XII, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Selanjutnya disebut TERMOHON;
Dengan dalil-dalil sebagai berikut :
- Bahwa pada hari Senintanggal 18 Maret 2019 sekiraPukul 20.00 wib di rumah Pemohon,tiba-tiba datang beberapa orang tidak dikenal berpakaian preman yang belakangan diketahui mereka adalah Tim Operasional Kepolisian Resor Rokan Hilirdengan membawa senjata laras panjang dengan mengendarai 5 (lima) unit mobil,dengan secara tanpa hak dan melawan hukum melakukan tindakan penangkapan terhadapPemohondan membawa Pemohon ke Kantor Termohon;
- Bahwa dalam proses penangkapan terhadap diri Pemohon tersebut, Anggota Termohon menunjukkan Surat Perintah Penangkapan akan tetapi Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diserahkan kepada Pemohon maupun keluarga Pemohon, tidak menunjukkan identitas dirinya sebagai Anggota Polri dan tidak memberitahukan kepada aparatur pemerintah ditempat tinggal Pemohon, serta tidak menjelaskan alasan penangkapan tersebut kepada Pemohon;
- Bahwa sesampainya di markas Termohon, Pemohon diminta oleh Anggota Termohon untuk menandatangani Surat Perintah Penangkapan yang dikeluarkan Termohon, dan setelahPemohon membaca surat tersebut barulah Pemohon tahu jika Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana “Secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau Penganiayaan”dengan mempersangkakan ketentuan Pasal 170 KUHPidana kepada Pemohon sehubungan dengan Laporan Polisi No. : LP/20/I/2019/Riau/Polres Rokan Hilir, tanggal 27Januari 2019;
- Bahwa pada hari itu juga sekira Pukul 22.30 wib Pemohon langsung diperiksa sebagai Tersangkaoleh Penyidik Pembantu Kepolisian Resor Rokan Hilir dengan tanpa didampingi oleh Penasihat Hukum, pada awalnya Pemohon menolak untuk diperiksa karena tidak didampingi oleh Penasihat Hukum, akan tetapi Penyidik Pembantu pada Kantor Termohon memaksa Pemohon untuk dilakukan pemeriksaan sebagai Tersangka;
- Bahwa pada tanggal 19 Maret 2019Anggota Termohon meminta Pemohon untuk menandatangani Surat Perintah Penahanan yang dikeluarkan Termohon untuk menahan Pemohon di rumah tahanan di markas Termohon selama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal 19 Maret 2019 hingga tanggal 7 April 2019;
- Bahwa berdasarkan Surat Perintah Penahanan tersebut Termohon menambahkan pasal dugaan tindak pidana yang dipersangkakan kepada Pemohon yang semula hanya Pasal 170 KUHPidana, menjadi Pasal 170 jo. Pasal 351 jo. Pasal 55 KUHPidana;
- Bahwa pada tanggal 20Maret 2019 datanglah Penasihat Hukum yang ditunjuk oleh keluarga Pemohon atas nama Coky Roganda Manurung, S.H.,Sugianto, S.H. dan Fandi Satria, S.H., M.H. ke markas Termohon, dan pada saat itu Penasihat Hukum Pemohon mendampingi Pemohon dalam pemeriksaan konfrontasi dengan para saksi sebanyak 8 (delapan) orang, dimana dalam pemeriksaan konfrontasi tersebut tidak ada seorang saksipun yang menerangkan melihat Pemohon melakukan dugaan tindak pidana yang dipersangkakan kepada Pemohon;
- Bahwa sehubungan dengan dugaan tindak pidana yang dipersangkakan Termohon kepada Pemohon tersebut, Pemohon dengan tegas membantahnya karena Pemohon sama sekali tidak ada melakukan perbuatan secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau penganiayaan yang terjadi pada hari Minggu tanggal 27 Januari 2019 sekira pukul 14.00 wib di Blok 22-23 Perkebunan Kelapa Sawit PT. Ivomas Pratama, Balam km. 31, Kepenghuluan Balam Sempurna, Kecamatan Balai Jaya, Kabupaten Rokan Hilir tersebut, dan bantahan Pemohon tersebut dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Tersangka yang dibuat oleh Termohon;
- Bahwa pada hari Minggu tanggal 27 Januari 2019 tersebut Pemohon sedang berada di rumah Pemohon di Jl. Simpang Kayangan, RT. 001, RW. 001, Kepenghuluan Balai Jaya, Kecamatan Balai Jaya, Kabupaten Rokan Hilir;
- Bahwa dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara yang dipersangkakan kepada Pemohon tersebut, sebelumnya Pemohon tidak pernah menerima surat panggilan dari Termohon untuk diperiksa dan dimintai keterangan baik sebagai Saksi maupun sebagai Tersangka;
- Bahwa Pemohon juga tidak sedang tertangkap tangan melakukan dugaan tindak pidana yang dipersangkakan oleh Termohon, apalagi peristiwa dugaan tindak pidana “Secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau Penganiayaan” tersebut terjadi pada hari Minggu tanggal 27 Januari 2019 dan dilaporkan ke Kantor Kepolisian Resor Rokan Hilir pada tanggal 27Januari 2019, sehingga ada jeda selama 50 (lima puluh) hari antara terjadinya peristiwa dugaan tindak pidana yang dilaporkan dengan peristiwa penangkapan Pemohon oleh Termohon;
- Bahwa Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 dalam pertimbangan hukumnya pada halaman 99 berbunyi “Oleh karena itu, dengan berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, menurut Mahkamah, agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta memenuhi asas lex certa dan asas lex scricta dalam hukum pidana maka frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon Tersangkanya, kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan Tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia). Artinya, terhadap tindak pidana yang penetapan Tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya tersebut, tidak diperlukan pemeriksaan calon Tersangka”;
- Bahwa tindakan Termohon yang secara prematur dan sewenang-wenang menetapkan diri Pemohon sebagai Tersangka dalam perkara diduga melakukan tindak pidana melanggar ketentuan Pasal 170jo. Pasal 351 jo. Pasal 55 KUHPidanaberdasarkan Laporan Polisi No. : LP/20/I/2019/Riau/Polres Rokan Hilir tanggal 27Januari 2019 tersebut, padahal Pemohon tidak ada melakukan perbuatan tersebut,juga belum terpenuhi sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP,dan Pemohon juga belum pernah dipanggil untuk diperiksa dan dimintai keterangan baik sebagai Saksi maupun sebagai Tersangka sedangkan kondisi Pemohon tidak sedang tertangkap tangan melakukan dugaan tindak pidana, maka tindakan Termohon tersebut merupakan tindakan yang tidak prosedural, profesional, proporsional dan akuntabel karena tidak didasari dengan bukti permulaan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP dan sebagaimana dimaksud dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 pada diktum 1.2. yang berbunyi “Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP”;
- Bahwa tindakan penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohontersebut merupakan tindakan yang tidak prosedural, profesional, proporsional dan akuntabel karena tidak didasari dengan bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup sebagaimana dimaksud dan diatur dalam ketentuan Pasal 17 KUHAP jo. Pasal 21 ayat (1) KUHAP jo. Pasal 1 ayat 21 dan 22, Pasal 36 ayat (1) dan (2), dan Pasal 43 ayat (1) Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, apabila dihubungkan dengan unsur-unsur ketentuan pidana yang dipersangkakan dan diterapkan terhadap Pemohon;
- Bahwa oleh karena Termohon dalam menetapkan diri Pemohon sebagai Tersangka dalam perkara diduga melakukan tindak pidana melanggar ketentuan Pasal 170jo. Pasal 351 jo. Pasal 55 KUHPidanatersebut tanpa didasari oleh dua alat bukti sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 184 KUHAP, maka dengan demikian penetapan Tersangka atas diri Pemohon tersebut tidak sah dan melawan hukum, dan oleh karenanya patut dan beralasan hukum apabila tindakan penyidikan yang dilakukan Termohon terhadap Pemohon dengan berdasarkan Laporan Polisi No. : LP/20/I/2019/Riau/Polres Rokan Hilir tanggal 27Januari 2019 tersebut berikut segala surat-surat yang dikeluarkan oleh Termohon yang merupakan tindak lanjut maupun hasil dari penyidikan tersebut juga dinyatakan tidak sah dan melawan hukum;
- Bahwa tindakan penangkapanyang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon dengan tanpa didasari bukti permulaan yang cukup sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 17 KUHAP jo. putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 pada diktum 1.2., penangkapan tersebut juga dilakukan dengan tanpa menunjukkan Surat Perintah Penangkapan sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) KUHAP, tidak menunjukkan identitas dirinya sebagai Anggota Polri dan tidak memberitahukan kepada aparatur pemerintah ditempat tinggal Pemohon, serta tidak menjelaskan alasan penangkapan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a, b, c dan d Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana yang berbunyi “Dalam hal melakukan penangkapan, setiap Penyidik wajib : (a). memberitahu/menunjukkan tanda identitasnya sebagai petugas Polri; (b). menunjukkan Surat Perintah Penangkapan, kecuali dalam hal tertangkap tangan; (c). memberitahukan alasan penangkapan dan hak-hak tersangka; (d). menjelaskan tindak pidana yang dipersangkakan termasuk ancaman hukuman kepada Tersangka pada saat penangkapan”, maka dengan demikian penangkapan tersebut tidak sah dan melawan hukum;
- Bahwa tindakan penahanan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon di rumah tahanan dengan tanpa didasari bukti yang cukup sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP jo. putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 pada diktum 1.2., maka dengan demikian penahanan tersebut tidak sah dan melawan hukum;
- Bahwa dengan demikian jelas dan teranglah tindakan penetapan Tersangka, penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon telah dilakukan secara sewenang-wenang dan melampaui wewenang (abuse of authority) serta tidak berdasarkan hukum sehingga melanggar ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf a Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri yang berbunyi : “Setiap Petugas/Anggota Polri dilarang melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum”;
- Bahwa oleh karena tindakan penangkapan dan penahanan atas diri Pemohon tersebut dilakukan oleh Termohon secara tanpa hak dan melawan hukum, maka beralasan hukum apabila Termohon diperintahkan untuk membebaskan dan mengeluarkan Pemohon dari rumah tahanan segera setelah permohonan praperadilan ini dikabulkan dengan tanpa syarat apapun;
- Bahwa oleh karena dalam perkara dugaan tindak pidana yang dipersangkakan oleh Termohon kepadaPemohon tidak memiliki bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1) KUHAP jo. putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 pada diktum 1.2., maka demi keadilan dan kepastian hukum beralasan hukum jika Termohon diperintahkan untuk menghentikan penyidikan perkara yang dipersangkakan kepadaPemohon diduga melakukan tindak pidana melanggar ketentuan Pasal 170jo. Pasal 351 jo. Pasal 55 KUHPidanaberdasarkan Laporan Polisi No. Pol. : LP/20/I/2019/Riau/Polres Rokan Hilir tanggal 27Januari 2019, segera setelah permohonan praperadilan ini dikabulkan dengan tanpa syarat apapun;
- Bahwa akibat tindakan penetapan Tersangka, penangkapan dan penahanan secara tidak sah dan melawan hukum yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon tersebut telah menimbulkan kerugian materil dan moril kepada Pemohon, dengan perincian sebagai berikut :
- Kerugian materil :
Kehilangan hasil pekerjaan yang seharusnya diperoleh Pemohon sebagai seorang manusia bebas yaitu sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) perhari terhitung sejak tanggal dilakukannya penangkapan yang dilanjutkan dengan penahanan yaitu sejak tanggal 18 Maret 2019 hingga Termohon membebaskan dan mengeluarkan Pemohon dari rumah tahanan;
- Kerugian moril :
Bahwa akibat perbuatan Termohon tersebut, Pemohon telah menderita kerugian baik secara fisik maupun psikis karena telah ditetapkan sebagai Tersangka, ditangkap dan ditahan di rumah tahanan, sehingga menimbulkan beban psikologis yang berat bagi Pemohon dan juga keluarga Pemohon, dan nama baik Pemohon sebagai warga Negara yang baik dan juga tokoh masyarakat menjadi tercemar, oleh karenanya patut dan beralasan hukum jika kerugian ini dinilai dengan uang sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah);
Dengan demikian patut dan beralasan hukum jika Termohon dihukum untuk membayar kerugian materil dan moril yang diderita oleh Pemohon tersebut secara tunai dan sekaligus;
- Bahwa akibat tindakan penetapan Tersangka, penangkapan dan penahanan secara tidak sah dan melawan hukum yang dilakukan oleh Termohon tersebut telah menyebabkan nama baik Pemohon sebagai warga negara yang baik dan tokoh masyarakat menjadi tercemar dimata publik, oleh karenanya patut dan beralasan hukum apabila Termohon dihukum untuk merehabilitasi nama baik Pemohon dengan cara menyampaikan permohonan maaf kepada Pemohon yang diterbitkan di harian Riau Pos dan Posmetro Rohil selama 7 (tujuh) hari berturut-turut;
- Bahwa agar permohonan praperadilan ini tidak menjadi hampa karena sangka yang beralasan dikhawatirkan Termohon secara sewenang-wenang melimpahkan berkas penyidikan perkara yang dipersangkakan terhadap Pemohon tersebut kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Rokan Hilir dengan dalih untuk kepentingan prapenuntutan maupun penuntutan dengan maksud untuk menghindarkan diri dari tuntutan praperadilan Pemohon apabila dikabulkan, maka demi keadilan dan terwujudnya proses penyidikan yang imparsial dan akuntabel, patut dan beralasan hukum apabila Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Rokan Hilir c.q. Yang Mulia Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara praperadilan ini mengeluarkan suatu penetapan yang pada pokoknya memerintahkan Termohon untuk menunda dan menghentikan segala aktivitas yang berkaitan dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana yang dipersangkakan kepada Pemohon hingga dijatuhkan putusan dalam perkara praperadilan ini dan Termohon telah pula melaksanakan amar putusan tersebut secara utuh dan sempurna;
Berdasarkan dalil-dalil tersebut diatas, Pemohon mohonkan kepada Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Rokan Hilir c.q. Yang Mulia Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara praperadilan ini berkenan menentukan hari persidangan untuk memeriksa perkara ini dan memanggil para pihak untuk didengar keterangannya serta menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
PRIMAIR :
- Menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan Pemohon untuk seluruhnya;
- Menyatakan tidak sah dan melawan hukum tindakan Termohon yang menetapkan diri Pemohon sebagai Tersangka dalam perkara diduga melakukan tindak pidana “Secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau Penganiayaan” melanggar ketentuan Pasal 170jo. Pasal 351 jo. Pasal 55 KUHPidanaberdasarkan Laporan Polisi No. Pol. : LP/20/I/2019/Riau/Polres Rokan Hilir tanggal 27Januari 2019;
- Menyatakan tidak sah dan melawan hukum tindakan penyidikan yang dilakukan Termohon terhadap Pemohon dengan berdasarkan Laporan Polisi No. Pol. : LP/20/I/2019/Riau/Polres Rokan Hilir tanggal 27Januari 2019,berikut segala surat-surat yang dikeluarkan oleh Termohon yang merupakan tindak lanjut maupun hasil dari penyidikan tersebut;
- Menyatakan tidak sah dan melawan hukum tindakan penangkapan yang dilakukan oleh Termohon atas diri Pemohon;
- Menyatakan tidak sah dan melawan hukum tindakan penahanan yang dilakukan oleh Termohon atas diri Pemohon;
- Memerintahkan Termohon untuk membebaskan dan mengeluarkan Pemohon dari rumah tahanan segera setelah permohonan praperadilan ini dikabulkan dengan tanpa syarat apapun;
- Memerintahkan Termohon untuk menghentikan penyidikan perkara yang dipersangkakan kepada Pemohon diduga melakukan tindak pidana “Secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau Penganiayaan” melanggar ketentuan Pasal 170jo. Pasal 351 jo. Pasal 55 KUHPidanaberdasarkan Laporan Polisi No. Pol. : LP/20/I/2019/Riau/Polres Rokan Hilir tanggal 27Januari 2019, segera setelah permohonan praperadilan ini dikabulkan dengan tanpa syarat apapun;
- Menghukum Termohon untuk membayar kerugian materil sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) kepada Pemohon secara tunai dan sekaligus setiap hari terhitung sejak tanggal 18 Maret 2019 hingga Termohon membebaskan dan mengeluarkan Pemohon dari rumah tahanan;
- Menghukum Termohon untuk membayar kerugian moril kepada Pemohon sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) secara tunai dan sekaligus;
- Menghukum Termohon untuk merehabilitasi nama baik Pemohon dengan cara menyampaikan permohonan maaf kepada Pemohon yang diterbitkan di harian Riau Pos dan Posmetro Rohil selama 7 (tujuh) hari berturut-turut;
- Menghukum Termohon untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini;
SUBSIDAIR :
Apabila Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Rokan Hilir c.q. Yang Mulia Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, Pemohon mohon untuk dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). |